Senin, 09 April 2012

SBY Versus PKS, Adu Kuat? - nasional.inilah.com


Jakarta - Posisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam koalisi kian tak jelas nasibnya. Presiden SBY enggan mengumumkan posisi PKS, begitu pula PKS bersikap menunggu. Siapa unggul?
Hingga sepekan publik menanti sikap politik SBY baik dalam kapasitas sebagai Presiden RI maupun Ketua Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi. Belum ada kejelasan, malah SBY melempar bola ke PKS.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrian Pasha mengatakan Presiden SBY meminta PKS mengundurkan diri dari koalisi. Dia menyebutkan dalam kode etik koalisi bila tidak terjadi kesamaan partai bersangkutan dapat mengundurkan diri. "Dalam code of conduct, butir kelima, bila memang tidak ada kebersamaan, partai bersangkutan dapat mengundurkan diri," ujar Julian Aldrin Pasha, di Kantor Presiden RI, Jakarta, Senin (9/4/2012).
Dokumen perjanjian partai koalisi yang diperoleh INILAH.COM, seperti di poin kedua disebutkan sebagai berikut: "Keputusan-keputusan yang ditetapkan presiden (yang dalam hal ini dibantu wapres) menyangkut kebijakan-kebijakan politik yang strategis dan posisi-posisi politik yang penting, setelah mempertimbangkan pandangan dan rekomendasi pimpinan parpol pada rapat yang dipimpin oleh ketua setgab, wajib didukung dan diimplementasikan baik di pemerintahan maupun melalui fraksi-fraksi di DPR.”
Selanjutnya, “Menteri-menteri dari parpol koalisi adalah merupakan perwakilan resmi parpol koalisi, karena itu wajib menjalankan dan mensosialisasikan segala kebijakan maupun keputusan yang telah ditetapkan oleh presiden kepada partainya."
Di poin kelima juga disebutkan bila partai koalisi tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah bisa dikomunikasikan semaksimal mungkin di internal koalisi. "Bilamana terjadi ketidaksepakatan terhadap posisi bersama koalisi terlebih menyangkut isu yang vital dan strategis, seperti yang tercantum dalam butir 2 tersebut di atas yang justru dituntut kebersamaan dalam koalisi, semakismal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk menemukan solusi terbaik.”
Selain itu “Apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yangg disepakati bersama, maka parpol koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari koalisi. Manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri dari koalisi, pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi partai telah berakhir. Selanjutnya, presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan parpol dalam koalisi dan perwakilan partai yang berada di kabinet," demikian butir kesepakatan kode etik koalisi.
Terkait pengumuman posisi PKS dalam koalisi, Julian menyebutkan Presiden SBY tidak akan mengumumkannya. "Tidak ada keharusan presiden menyampaikan hal itu. Hak konstitusionalnya, memberhentikan dan mengangkat (menteri) di kabinet," jelas Julian.
Menurut Julian, presiden akan menyampaikan ke publik terkait dengan posisi menteri di kabinet. Hanya saja, soal kepastian perombakan kabinet merupakan otoritas Presiden sebagai pemilik hak prerogatif Presiden. "Tidak ada yang mengetahui apakah ada reshuffle atau tidak, karena itu hak konstitusi presiden," tambah Julian.
Pernyataan Julian ini berbeda dengan pernyataan Staf Khusus Presiden bidang politik Daniel Sparingga sebelumnya yang menyebutkan formula akhir koalisi dan implikasi pada susunan kabinet akan disampaikan oleh Presiden SBY. "Terkait formula akhir koalisi dan bagaimana implikasinya pada susunan kabinet, semuanya akan disampaikan sendiri oleh Presiden SBY," ujar Daniel melalui pers rilis yang diterima Kamis (5/4/2012) pekan lalu.
Sementara Sekretaris Jenderal DPP PKS Anis Matta mengatakan terkait tudingan PKS melanggar kode etik (code of conduct) koalisi, pihaknya menilai hal tersebut dapat diperdebatkan. Dia beralasan persoalan rencana penaikan harga BBM baru dibicarakan di internal koalisi di akhir jelang sidang paripurna DPR. "Soal BBM dibahas di akhir (jelang paripurna). Seharusnya masalah sebesar ini lama dibahas," ujar Anis di gedung DPR, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/4/2012).
PKS, kata Anis, tidak akan mendengar pernyataan dari orang per orang terkait posisi PKS di dalam koalisi. Menurut dia, PKS berpegang kepada pernyataan resmi dari Presiden SBY. "Kita menunggu pernyataan formil dari Pak SBY," tambah Wakil Ketua DPR ini.
Pengamat politik Yudi Latif menilai saat ini posisi Presiden SBY dalam keadaan dilematis. Menurut dia, belum diumumkannya nasib PKS di koalisi menunjukkan SBY tidak memiliki keberanian politik. "SBY akan mencari solusi paling aman," kata Yudi.
Dia menuturkan, kalau PKS tidak ditendang dari koalisi, justru SBY kehilangan muka karena dituding sebagai peragu dan tidak memiliki keberanian. Yudi menduga, SBY bisa saja hanya akan mencopot satu pos menteri dari PKS. "Langkah ini agar SBY tidak kehilangan muka," tambah Yudi.
Dia melanjutkan jika PKS benar-benar ditendang dari koalisi justru akan mensolidkan oposisi parlemen jalanan. Terlebih, menurut Yudi, dukungan kader PKS di akar rumput termasuk organ kemahasiswaan yang cukup solid justru akan merepotkan pemerintahan SBY. "Apalagi posisi Partai Golkar yang rentan berubah-ubah di koalisi," imbuh Yudi.
SBY benar-benar dalam posisi terjebak dalam hiruk-pikuk pendepakan PKS koalisi. Dalam praktiknya, SBY justru terperangkap permainan yang dikreasikan oleh lingkar dalamnya baik Partai Demokrat maupun partai koalisi. Publik menanti, siapa unggul antara SBY dan PKS dalam 'politik menunggu' ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar