Rabu, 09 Mei 2012

Perang Propaganda Pemilukada DKI Jakarta - metropolitan.inilah.com

Jakarta - Genderang perang propaganda Pemilukada Gubernur DKI Jakarta dimulai. Masing-masing kandidat mulai mendapatkan serangan-serangan kampanye hitam.

Fauzi Bowo diserang oleh penyebaran kupon fiktif sembako gratis. Lalu Jokowi diserang melalui selembaran isu SARA, sedangkan Hidayat Nur Wahid dituduh menjadi pelaku kampanye hitam terhadap Jokowi dan Fauzi Bowo. Hidayat juga diserang isu Wahabi dan anti-Tahlil.

Adapun Alex Noerdin diserang melalui kasus korupsi wisma atlet Jakabaring dan tuduhan kasus moral seperti saat Pemilukada Sumatera Selatan pada 2008. Aksi kampanye hitam memang bukan suatu yang aneh dalam dunia politik praktis.

Pengamat Politik Universitas Nasional (Unas), Alfan Alfian mengangggap, black campaign sebagai suatu fenomena dalam penyelenggaraan Pemilukada. Cara seperti ini tidak mencerdaskan masyarakat Jakarta dalam berpolitik.

"Meski demikian, rakyat Jakarta tidak mudah terpengaruh dengan cara tersebut. Apalagi masyarakat ibukota sudah cerdas dalam berdemokrasi dan berpolitik," kata Alfan, Selasa (8/5/2012).

Black campaign, sambung Alfan berbeda dengan negatif campaign. Black campign dilakukan oleh pihak luar dan tidak bertanggungjawab dengan menjatuhkan sasarannya dan menguntungkan pelakunya . Cara itu bisa jadi bumerang, karena masyarakat akan bersimpati terhadap korban black campign ini.

Sedangkan negatif campaign, merupakan berkampanye yang dilakukan secara terang-terangan oleh pihak lain untuk mengkoreksi lawannya. Sifat dari negatif campaign ini lebih untuk meningkatkan legitimasi pada calon dan saling membangun. “Kita berharap pelaku politik ini lebih cerdas lagi mengedepankan calonnya. Bukan menjatuhkan dengan cara tidak fair,” pungkas Alfan.

Senada dengan Alfan, pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto mengatakan praktek black campaign tidak hanya untuk menggembosi lawan, melainkan juga mengadu domba dan memecah konsentrasi.

"Soal black campaign yang sifatnya mengadu-domba memang sudah sejak lama kerap digunakan oleh para pihak yang terlibat dalam kontestasi politik," ujar Gun Gun.

Dia menjelaskan, dalam perspektif komunikasi politik memang ada dua jenis kampanye yang sifatnya menyerang (attacking campaign). Pertama, kampanye negatif yaitu menyerang pihak lain melalui sejumlah data atau fakta yang bisa diverifikasi dan diperdebatkan.

Misalnya, menohok pihak incumbent dari sejumlah data faktual kegagalan-kegagalan kandidat incumbent selama menjabat di periode pertama kekuasaanya. "Jenis ini boleh dan lumrah adanya," terang Gun Gun.

Sementara, untuk jenis kedua adalah kampanye hitam yang biasanya bersumber pada rumor, gosip, bahkan menjurus ke implementasi sejumlah teknik propaganda.

"Nah, jenis ini biasanya sulit sekali bisa diverifikasi apalagi diperdebatkan. Walau hal ini sangat sering dipakai, yang sesungguhnya telah melanggar aturan-aturan kampanye dan tentu saja melanggar etika selain menciderai proses literasi politik selama proses demokrasi elektoral berlangsung," tuturnya.

Menurutnya, cara-cara kampanye hitam itu tidak akan menyumbang signifikan perubahan perilaku pemilih (voting behavior) khalayak. "Terlebih di sebuah 'area pertarungan' di mana margin 'rational voter' atau pemilih rasional lumayan besar seperti di DKI Jakarta ini," kata Gun Gun.

Lalu bagaimana cara melawan kampanye hitam tersebut? Dalam dunia intelijen dikenal istilah kontra propaganda, yaitu daya upaya untuk menangkal, mematahkan dan menyerang balik lawan melalui cara konvensional maupun nonkonvensional.

Foke, Jokowi, HNW dan Alex pasti sudah memikirkan dan menjalankan strategi kontra propaganda untuk mematahkan kampanye hitam yang dialamatkan kepada mereka. Kita tunggu saja episode selanjutnya, selamat berkontra propaganda. [mah]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar